Senin, 21 Desember 2020

Agroforestry sebagai alternatife pemanfaatan lahan di bawah tegakan

 


Kelestarian hutan dan kehidupan ekonomi masyarakat desa hutan merupakan dua isu penting. Pada saat muncul masalah kerusakan hutan, seringkali yang dianggap penyebabnya adalahmasyarakat desa hutan. Terkait dengan isu tersebut muncul alternatif pemanfaatan lahan hutan untuk mendukung perekonomian masyarakat khususnya di sekitar hutan tanpa menimbulkan gangguan kerusakan hutan yang disebut lokasi Pemanfaatan Lahan Di bawah Tegakan. Pemanfaatan lahan di bawah tegakan ini perlu terus dilakukan sebagai solusi peningkatan aspek perekonomian dan upaya pelestarian hutan

Fenomena pemanfaatan lahan di bawah tegakan (PLDT) merupakan alternatif lain dalam akses pemanfaatan lahan hutan kepada masyarakat selain dari lokasi tumpangsari. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat (PHBM). PLDT dilakukan oleh masyarakat pada awalnya tanpa melalui prosedur yang legal. Secara teori, bila pelaksanaannya benar pada dasarnya kegiatan ini dapat atau merupakan salah satu usaha untuk mengembalikan fungsi hutan secara ekologis. Konsep ekosistem yang benar pada wilayah tropis tutupan lahan (land cover) adalah bertipe daun, dari jenis rumput, semak, perdu, dan yang paling tinggi adalah canopy pohon (tegakan hutan). Selain hal itu, kegiatan PLDT mampu mengendalikan potensial untuk tumbuhnya alang-alang. Pertumbuhan alang-alang yang terus meningkat akan mengurangi kesuburan tanah dan mendukung kebakaran hutan.

PLDT merupakan agroforestry yang pada dasarnya adalah pola pertanaman yang memanfaatkan sinar matahari dan tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan. Pada sebidang petak lahan hutan yang dalam istilah setempat dinamakan borgan, pesanggem menanam jati (Tectona grandis) yang memiliki tajuk (canopy) yang tinggi dan luas. Di bawahnya, petani menanam tanaman yang memerlukan naungan untuk berproduksi. Selain hal itu sebenarnya pola tanam agroforestry sendiri tidak sekedar untuk meningkatkan produktivitas lahan hutan (jaten-istilah setempat), tetapi juga melindungi lahan dari kerusakan dan mencegah penurunan kesuburan tanah melalui mekanisme alami. Pola tanam agroforestry pada hutan produksi yang monokultur mendekati struktur hutan alam sangat diperlukan karena bisa menciptakan struktur tajuk dan perakaran yang berlapis. Jadi manfaat ganda dari pola agroforestry (yang ideal dan konsisten) adalah peningkatan produktivitas dan pemeliharaan lingkungan.

Agroforestri adalah suatu sistem pengelolaan lahan secara intensif dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian dengan maksud agar diperoleh hasil yang maksimal dari kegiatan pengelolaan hutan tersebut dengan tidak mengesampingkan aspek konservasi lahan serta budidaya praktis masyarakat lokal.



Beberapa pola agroforestri yang diterapkan oleh masyarakat di lokasi pengamatan adalah sebagai berikut:

1.                 Trees Along Border Yaitu

suatu penanaman tanaman kehutanan dipadukan dengan tanaman pertanian dengan pengaturan ruang untuk tanaman kehutanan ditanam di pematang atau di pinggiran/batas lahan milik petani

2.                 Alley Cropping Yaitu

suatu penanaman tanaman kehutanan yang dipadukan dengan tanaman pertanian atau perkebunan dengan pengaturan ruang untuk tanaman kehutanan ditanam dengan jarak tanam yang lebar (misal 10 x 3 m). Lahan antar barisan tanaman kehutanan dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pertanian atau perkebunan.

3.                 Full Trees Yaitu

suatu penanaman tanaman kehutanan yang ditanam dalam suatu lokasi tanam dengan jarak tanam tertentu misal 3 x 3 m atau 3 x 2 m. Areal kosong di antara tanaman kehutanan biasanya dimanfaatkan dengan ditanami dengan tanaman semusim/pertanian (tumpangsari) setelah tajuk tanaman kehutanan menutupi tanah kira-kira umur 2 tahun, areal ini masih dapat dimanfaatkan dengan tanaman bawah tegakan misalnya jahe, kapulaga (Wanafarma) atau tanaman pangan yang tahan naungan (talas/mbothe, porang),

4.                 Kebun Campur

Kebun campur adalah sistem bercocok tanam campuran dengan tanaman utamanya adalah pohon/tanaman kehutanan. Tanaman kehutanan dan tanaman/pohon buah-buahan (sengon, kembang, jabon, durian, duku, langsep, dan lain-lain) menempati strata tajuk teratas, disusul dengan tanaman perkebunan (kopi, kakao, pisang, dan lain-lain) dan strata tajuk terendah adalah tanaman semusim misal empon-empon (jahe, kapulaga, kunyit, dan lain-lain), ketela pohon, talas

Faktor ekonomi merupakan prioritas petani dalam pemilihan jenis tanaman dalam mengusahakan lahan agroforestri. Faktor ekonomi berpengaruh langsung terhadap pendapatan petani. Faktor ekologi menjadi prioritas setelah faktor ekonomi. Agroforestri yang diterapkan oleh petani hutan rakyat memberi dampak positif sebagai berikut:

a.                         Dampak Ekonomi –

Adanya diversifikasi hasil yaitu hasil non kayu memberi keuntungan berupa pendapatan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek (mingguan, bulanan, tahunan) sebutkan produknya, hasil kayu memberi keuntungan finansial jangka menengah (5 tahunan) sebutkan jenis kayunya yang dicadangkan untuk memenuhi kebutuhan yang memerlukan biaya besar yang sudah direncanakan oleh petani. - Peningkatan nilai per satuan luas. - Memberi kontribusi dalam penyediaan tenaga kerja bagi masyarakat.

b.                    Dampak Ekologi

Penutupan lahan yang semakin luas yang efektif mencegah bencana alam. - Siklus hara alami terjamin dengan tersedianya seresah yang cukup. - Membantu sistem perakaran dalam menahan air sehingga proses hidrologi dapat berjalan normal. - Menghasilkan O2 dan mengikat CO2 sehingga pencemaran udara terkendali. - Berkontribusi dalam pelestarian alam.