Kamis, 26 September 2019

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu ( SVLK )


SVLK adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak (stakeholder) kehutanan yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian (Permenhut  No. P.38/Menhut-II/2009 Pasal 1 Ayat 10).
Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang izin atau pemilik hutan hak yang menyatakan bahwa pemegang izin atau pemilik hutan hak telah mengikuti standard legalitas kayu (legal compliance) dalam memperoleh hasil hutan kayu (Permenhut  No. P.38/Menhut-II/2009 Pasal 1 Ayat 12).
            Jadi SLK akan diperoleh oleh pemegang izin atau pemilik hutan hak, jika telah memenuhi SVLK yang dinilai melalui proses verifikasi.  Prinsip dari VLK adalah menguji keterlacakan sejak dari produk kayu mundur ke sumber/asal usul kayu dan sekaligus menguji pemenuhan kewajiban daan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku yang mengalur secara konsisten. Karena sertifikat LK ini bersifat mandatory, maka semua perusahaan kehutanan di Indonesia wajib mengikuti SVLK.
 Mengapa perlu SVLK?
Sistem verifikasi legalitas kayu diterapkan di Indonesia untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Konsumen di luar negeri pun tidak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia. Unit manajemen hutan tidak khawatir hasil kayunya diragukan keabsahannya. Industri berbahan kayu yakin akan legalitas sumber bahan baku kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembelinya di luar negeri.
Banyaknya tudingan dari luar negeri  yang mengatakan bahwa di Indonesia masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran di bidang kehutanan terutama pembalakan liar. Pada tahun 2003, Greenpeace membuat publikasi yang mencengangkan Pemerintah Indonesia maupun Negara-negara importer kayu Indonesia yang menyatakan bahwa 80% produk ekspor kayu Indonesia berasal dari pembalakan liar.  Tudingan tersebut telah menekan pemasaran dan harga produk kayu Indonesia, karena kredibilitas kayu Indonesia diragukan dari sisi legalitas apalagi kelestarian produksinya. Maka pada tahun 2003, Pemerintah berinisiatif untuk bersama-sama para pemangku kepentingan kehutanan di Indonesia menyusun definisi legalitas kayu. Akhirnya, pada tanggal 12 Juni 2009, Menteri kehutanan menerbitkan Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan Pedoman PK PHPL dan VLK pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.
Jadi nilai penting SVLK ini adalah:
  • Image Indonesia membaik
  • Produk kayu Indonesia diakui dan diterima di pasar (internasional)
  • Perbaikan forestry governance (di pemerintah, swasta, masyarakat)
  • Tercapainya kelestarian hutan Indonesia
Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK berfungsi untuk memastikan produk kayu dan bahan bakunya diperoleh atau berasal dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaannya memenuhi aspek legalitas. Kayu disebut legal bila asal-usul kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku. SVLK disusun bersama oleh sejumlah pihak (parapihak). SVLK memuat standar, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian yang disepakati parapihak.
SVLK mulai berlaku pada Juni 2009 sejak Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009 . Tuntutan tentang legalitas produk dan bahan kayu sebenarnya bukan hal baru. SVLK hadir sebagai sebuah sistem yang bersifat wajib untuk memastikan dipenuhinya semua peraturan terkait dengan peredaran dan perdagangan kayu di Indonesia. Dan untuk perdagangan keluar/izin ekspor produk kayu salah satunya mensyaratkan penggunaan Dokumen V-Legal (Verified Legal),
Apa Latar Belakang yang Melandasi Penerapan SVLK?
Komitmen Pemerintah dalam memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu illegal. Perwujudan good forest governance menuju pengelolaan hutan lestari. Permintaan atas jaminan legalitas kayu dalam bentuk sertifikasi dari pasar internasional, khususnya dari Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan Australia. Sebagai bentuk "National Insentive" untuk mengantisipasi semakin maraknya permintaan skema sertifikasi legalitas kayu dari negara asing, seperti skema FSC, PEFC, dsb.
Apa Manfaat SVLK?
  • Membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil sebagai salah satu upaya megatasi persoalan pembalakan liar.
  • SVLK memberi kepastian bagi pasar di Eropa, Amerika, Jepang, dan negara-negara tetangga bahwa kayu dan produk kayu yang diproduksi oleh Indonesia merupakan produk yang legal dan berasal dari sumber yang legal.
  • Memperbaiki administrasi tata usaha kayu hutan secara efektif.
  • Menjadi satu-satunya sistem legalitas untuk kayu yang berlaku di Indonesia
  • Menghilangkan ekonomi biaya tinggi.
  • Peluang untuk terbebas dari pemeriksaanpemeriksaan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Apa Tujuan SVLK?
  • Membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil sebagai salah satu upaya mengatasi persoalan pembalakan liar.
  • Memperbaiki tata kepemerintahan (governance) kehutanan Indonesia dan untuk meningkatkan daya saing produk kehutanan Indonesia.
  • Meningkatkan daya saing produk perkayuan Indonesia
  • Mereduksi praktek illegal logging dan illegal trading
  • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Apa Prinsip SVLK?
  1. Tata Kelola Kehutanan yang baik (Governance)
  2. Keterwakilan (Representatif)
  3. Transparansi/keterbukaan (Credibility)
Lingkup SVLK
Semua kayu dari hutan negara atau hutan hak wajib menjalani verifikasi legalitas. Kewajiban ini menjamin asal usul sumber bahan baku. Begitu pula di industri (primer maupun sekunder), kayu bahan bakunya harus menjalani verifikasi legalitas sampai pada saat menjadi produk kayu. Produk kayu untuk ekspor memerlukan Dokumen V-Legal. Dokumen V bertujuan untuk menjamin bahwa bahan baku kayu yang digunakan untuk membuat produk kayu tersebut berasal dari sumber legal. Eksportir, bekerjasama dengan lembaga verifikasi yang menerbitkan sertifikasi legalitas kayu,mengurus penerbitan Dokumen V-Legal. Caranya, dengan mengisi permohonan yang formulirnya bisa diunduh melalui internet di situs web Unit Pengelola Sistem Informasi Legalitas Kayu di Kementerian Kehutanan.
Proses pemeriksaan SVLK meliputi pemeriksaan keabsahan asal-usul kayu dari awal hingga akhir. Itu mulai dari pemeriksaan izin usaha pemanfaatan, tanda-tanda identitas pada kayu dan dokumen yang menyertai kayu dari proses penebangan, pengangkutan dari hutan ke tempat produksi kayu, proses pengolahan hingga proses pengepakan dan pengapalan. SVLK efektif diterapkan di seluruh tipe pengelolaan hutan di Indonesia: hutan alam produksi, hutan tanaman, hutan rakyat (hutan milik) maupun hutan adat. Itu baik yang berbasis unit manajemen maupun yang tak berbasis unit manajemen (pemegang izin pemanfaatan kayu).
Standar legalitas SVLK diterapkan di :
  • Hutan negara yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan swasta, termasuk di dalamnya pemegang IUPHHK Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman.
  • Hutan negara yang dikelola masyarakat, termasuk di dalamnya: hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa, hutan adat, hutan tanaman rakyat (HTR).
  • Hutan negara yang tak berbasis unit manajemen, termasuk di dalamnya pemegang izin pemanfaatan kayu.
  • Hutan hak/hutan rakyat/hutan milik dan areal non-hutan.
Siapa Pelaku Utama dalam SVLK
  1. Kementerian Kehutanan sebagai pembuat kebijakan, fungsi pembinaan, menetapkan LP-PHPL atau LV-LK, unit pengelola informasi VLK
  2. Komite Akreditasi Nasional, melakukan akreditasi terhadap LP-PHPL dan LV-LK
  3. LP-PHPL & LV-LK, melakukan penilaian kinerja PHPL dan/atau melakukan verifikasi legalitas kayu berdasarkan sistem dan standar yang telah ditetapkan pemerintah
  4. Auditee (Unit Managemen), pemegang izin atau pada hutan hak yang berkewajiban memiliki sertifikat PHPL (S-PHPL) atau Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK)
  5. Pemantau Independen, masyarakat madani baik perorangan atau lembaga yang berbadan hukum Indonesia, yang menjalankan fungsi pemantauan terkait dengan pelayanan public di bidang kehutanan seperti penerbitan S-PHPL/S-LK
Apa dasar hukum pelaksanaan SVLK?
  1. UndangUndang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
  2. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo. No.3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
  3. Peraturan menteri kehutanan No. 38/menhut-II/2009 junto Permenhut P.68/Menhut-II/2011 junto Permenhut P.45/Menhut-II/2012, junto Permenhut P.42 /Menhut-II/2013 tentang Standard an Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang izin atau pada Hutan Hak
  4. Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.P.6/VI-BPPHH/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilain Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi dan Verifikasi Legalitas Kayu
Siapa yang harus menerapkan VLK?
  1. Pemegang izin usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam (HA/Hutan Tanaman Industri (HTI), Rehabilitasi Ekologi (RE)
  2. Hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat
  3. Pemilik hutan hak (hutan rakyat)
  4. Pemilik Ijin pemanfaatan kayu (IPK)
  5. Pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan (IUIPHHK) dan Industri lanjutan (IUI Lanjutan) dan Tanda Daftar Industri (TDI)
Apa yang disebut kayu legal?
Kayu disebut legal jika kebenaran asal kayu, ijin penebangan, system dan prosedur penebangan, administrasi dan dokemtasi angkutan, pengelohan, dan perdagangan atau pemindahtangannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
Siapa yang dapat melakukan audit VLK?
Audit verifiasi legalitas kayu (VLK) dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan ditetapkan oleh SK Menteri Kehutanan sebagai Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LV-LK) 
Di KTH Jati Subur Lestari telah di lakukan audit internal Sistem Verifikasi Legalitas Kayu dengan luas lahan 98,58 Ha dengan jumpah petak 736 dengan jumlah anggota 542 anggota.